ASPEK SOSIAL BUDAYA
Ketahanan Sosial Budaya diartikan sebagai kondisi dinamik budaya yang berisi keuletan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menhadapi dan mengatasi ATHG baik yang datang dari dalam maupun luar, baik yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup sosial NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Wujud ketahanan sosial budaya tercermin dalam kondisi sosial budaya manusia yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila, yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun bersatu, berkualitas, maju dan sejahtera, dalam kehidupan selaras, serasi, seimbang serta kemampuan menangkal budaya asing yang tidak sesuai budaya nasional. Esensi ketahanan budaya adalah 8 peraturan dan penyelenggaraan kehidupan sosial budaya, dengan demikian ketahanan sosial budaya merupakan pengembangan sosial budaya dimana setiap warga masyarakat dapat mengembangkan kemampuan pribadi dengan segenap potensinya berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila akan diwujudkan sebagai aturan tuntutan sikap dan tingkah laku bangsa dan akan memberikan landasan, semangat, jiwa secara khas yang merupakan ciri pada elemen-elemen sosial budaya bangsa Indonesia.
Dalam negara berkembang ada fenomena perubahan sosial yang disebabkan adanya faktor-faktor fisik geografis, biologis, teknologis dan kultural, terutama faktor tekonologis kultural memegang peranan penting untuk perubahan sosial.
Dari faktor di atas yang memegang peranan penting adalah faktor teknologi dan kebudayaan. Hal ini disebabkan karena perubahan di bidang teknologi dan kebudayaan berjalan sangat cepat. Perlu diketahui bahwa perubahan sosial budaya disebabkn oleh fator yang datangnya dari luar dan dari dalam, dan faktor dari luar biasanya jauh lebih dominan. Oleh karena itu faktor dari luar perlu mendapatkan perhatian khusus. Untuk dapat memahami perubahan sosial perlu dipelajari bagaimana perubahan itu diterima oleh masyarakat. Apabila hal ini dihungkan dengan ketahan sosial budaya, maka pengaruh budaya seperti budaya konsumtif, hedonisme, pornografi, sex bebas, kejahatan dunia maya, sendikat narkoba dapat membahayakan kelangsungan hidup dalam bidang budaya nasional.
Disadari atau tidak pengaruh budaya luar pasti sulit ditolak, namun hal yang perlu diwaspadai adalah pengaruh dampak negatif yang mungkin akan terjadi yang dapat membahayakan kepribadian bangsa. Tidak menutup kemungkinan bahwa pihak luar sengaja menyebarkan pengaruhnya melalui sarana teknologi kominikasi yang akan menguntungkan bagi negaranya. Terhadap pengaruh semacam ini bangsa Indonesia harus waspada dan memiliki daya tahan untuk menanggulanginya.
Dengan demikian persoalan yang harus dipecahkan adalah bagaimana caranya mengarahkan perubahan sosial, mengingat bahwa pengaruh kebudayaan asing tidak dapat dicegah sehingga tidak merusak kehidupan masyarakat dan kepribadian bangsa Indonesia.
Mengenai perubahan sosial Lukman Sutrisno peranah menawarkan adanya Sosial Enggenering yaitu konsep mesin sosial yang sangat berguna untuk meminimalisasi akibat terjadinya perubahan sosial. Oleh karena perubahan sosial pasti terjadi seperti akibat adanya globalisasi, pasar bebas, modernisasi, revolusi transpotasi, revolusi komunikasi.
Dalam usaha meningkatkan ketahanan sosial budaya perlu disosialisasikan pengembangan budaya lokal, mengembangkan kehidupan beragama yang serasi, meningkatkan pendidikan kepramukaan yang mencintai budaya nusantara, dan menolak budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Mengenai budaya yang harus dipertahanakan adalah menjaga harmoni dalam kehidupan sebagai nilai esensi manusia; menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam, sesaman manusia (masyarakat), Tuhan dan keseimbangan lahir, batin (fisik dn mental spiritual).
Faktor di atas bila dihubungkan dengan ketahan budaya; pengaruh budaya luar yang negatif dapat membahayakan kelangsungan hidup budaya nasional. Untuk mencegahnya diperlukan “filter” dimana unsur-unsur tradisi bangsa, pendidikan nasional, kepribadian nasional, memegang peranan penting dalam menepis ancaman tersebut.
Dalam pembangunan di bidang ekonomi faktor non ekonomis dapat mempercepat pembangunan yang harus dikembangkan. Menurut para ahli faktor non ekonomis itu mencakup: demografis, struktur masyarakat, dan mental. Pembahasan sosial-budaya secara sempit, maka faktor yang relevan adalah struktur masyarakat dan mental. Masyarakat Indonesia dapat dibagi baik secara vertikal dan horisontal. Secara vertikal dapat menghasilkan golongan sosial seperti golongan tani, buruh dan pegawai, sedang secara horisontal disebut stratifikasi sosial yang menghasilkan lapisan bawah (pedesaan), menengah dan tinggi. Pada masyarakat Eropa Barat ketika terjadi “revolusi lndustri”, yang diawali dengan “revolusi hijau” peranan kelas menengah sangat dominan untuk melakukan modernisasi sehingga menghasilkan masyarakat Eropa yang maju.
Faktor mental bangsa sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan. Menurut Koentjaraningrat, ciri mental manusia Indonesia dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
- Ciri mental Asli (ciri mental petani)
- Ciri mental yang berkembang sejak zaman penjajahan ( cirri mental priyayi)
- Ciri mental yang berkembang sejak Perang Dunia II
Menurut sarjana tersebut mentalitas bangsa Indonesia belum memiliki mentalitas yang cocok untuk pembangunan. Oleh karena itu tiga ciri mentalitas di atas harus ditinggalkan dan diganti ciri mental baru yang dikemukakan oleh J. Tinbergen. Bangsa yang ingin maju harus memiliki sifat-sifat:
1. Menaruh perhatian besar dan menilai tinggi benda materi9
2. Menilai tinggi tekonologi dan berusaha untuk menguasainya
3. Berorientasi ke masa depan yang lebih cerah
4. Berani mengambil resiko
5. Mempunyai jiwa yang tabah dalam usaha
6. Mampu bekerjasama dengan sesamanya secara berdisiplin dan bertanggung jawab.
Dengan memperhatikan kedua sarjana tersebut, maka dapat disimpulkan jika bangsa Indonesia ingin maju maka ciri mental yang lama harus ditinggalkan dan diganti dengan cirri mental yang cocok namun tatap memiliki kepribadian bangsa.
Mengenai hakekat hidup ini Koetjaraningrat berpendapat bahwa nilai yang paling cocok dalam pembangunan adalah nilai yang memandang aktif terhadap hidup. Sedang mengenai hakekat karya ada yang bertujuan bahwa karya untuk hidup, karya untuk mencapai kehidupan, dan karya untuk menghasilkan karya lebih banyak lagi. Menurut Magnis Suseno (1978) bangsa Indonesia telah memiliki etos kerja yang baik; kerja keras, efisien, mengembangkan prestasi, rajin, rapi, sederhana, jujur, mengunakan rasio dalam mengambil keputusan dan tindakan, bersedia melakukan perubahan, dapat melakukan setiap kesempatan, bekerja mandiri, percaya pada kekuatan sendiri mau bekerjasama yang saling menguntungkan. Namun etos kerja di atas hanya dimiliki oleh kalangan elit saja. Kurang berkembangnya potensi yang sesuai dengan mental pembangunan yang bermuara pada etos kerja itu dikarenakan perkejaan mereka belum mendapatkan imbalan yang sepantasnya, kurangnya penghargaan dan kesempatan untuk maju. Apabila manusia dihargai semestinya, mereka akan bekerja dengan rajin, teliti, setia dan inovatif.
Dalam usaha mengadakan perombakan mental bangsa, pendidikan memegang peran penting. Oleh karena fungsi pendidikan bersifat mengubah secara tertib ke arah tujuan yang dikehendaki. Mendidik dalam arti luas adalah mendewasakan manusia agar dapat berpartisipasi penuh dan mengembangkan bakatnya menumbuhkan kehidupan sosial sesuai dengan tuntutan jaman. Oleh karena itu diperlukan sistem pendidikan yang mempu membawa masyarakat ketujuan nasionalnya.
Menurut Ahmad Syafii Maarif Guru Besar Filsafat Sejarah UNY (2004), Pendidikan yang diperlukan bangsa Indonesia adalah Peningkatan moralitas bangsa. Hal ini diungkapkan karena Indonesia mengalami bencana krisis moral dalam bidang ekonomi yang mengancam kepentingan hidup orang banyak. Krisis ini semakin dahsyat tidak hanya akibat depresi ekonomi. Wabah korupsi yang sudah demikian kronis akan berakibat kehancuran dan kebangkrutan negara. Dengan demikian harus sesegera mungkin mengingatkan dan menyadarkan para pejabat dari budaya korup. Akibat dari krisis moral adalah budaya rakus, mereka akan menggunakan dan menghalalkan segala cara untuk mengikuti nafsu hewani, demi tujua yang diinginkan.
Dalam usaha untuk mengatasinya budaya KKN diperlukan kesabaran yang tinggi, tanpa kesabaran tidak mungkin ada penyembuhan. Kombinasi tiga unsure yaitu; Ilmu, amal dan sabar, hal inilah yang dapat menghapus sifat manusia. Tugas untuk pencerahan dan pencerdasan moral adalah tanggung jawab Depdikbud, Depag, elit politik, dan setipa WNI karena pendidikan yang langsung ditatap, diserap, ditiru dan selanjutnya kita tidak boleh menyerah pada kepengapan dan keboborokan (A Syafii Maarif, 2004: 3).
Pembaruan di bidang pendidikan di dasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani. Dalam hal ini perlu dikembangkan sistem pendidikan yang cocok untuk keperluan pembangunan; sistem pendidikan yang dimaksudkan harus dapat menghasilkan tenaga pembangunan yang terampil, menguasai IPTEKS, sekaligus memilki pandangan hidup berdasarkan Pancasila serta kuat jasmani dan rohani.
Dalam era reformasi bangsa kita kurang memperhatikan ketahanan di bidang sosial budaya, hal ini dapat dilihat adanya penafsiran keliru terhadap kebebasan yang justru mengakibatkan konflik berbau SARA yang dahulu dikritik oleh ORBA dan LSM.
Dalam ketahanan di bidang budaya harus diingat bahwa demokrasi harus menyentuh seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat, tidak hanya di bidang politik saja, melainkan bidang ekonomi, budaya dan agama. Oleh karena itu sudah saatnya kalangan intelektual kampus mengembangkan ketahanan nasional bukan hanya untuk kepentingan kekuasaan, sekelompok penguasa, namun untuk kepentingan keamanan dan kesejahteraan seluruh bangsa agar dapat hidup aman dan damai yang mengedepankan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Sofskill Ketahanan Nasional Indonesia dalam Aspek Sosial Budaya
Diposting oleh
Unknown
|
Minggu, 07 Juni 2015
0 komentar:
Posting Komentar